Agoes Soemantriono, seorang pemuda Jawa
timur, yang buta akan pendidikan dan dikekang oleh peraturan pada zaman
penjajahan. Perbudakan dimana-mana, kerja tanpa upah sudah menjadi makanan
sehari-hari kala itu. Agoes dan keluarganya di pekerjakan secara tidak
manusiawi, bahkan seperti binatang. Kasta tertinggi kala itu adalah orang
Eropa, dan terendah adalah orang pribumi. Maka kesewenang-wenangan itulah yang
ia dan keluarga rasakan.
Suatu ketika, Ayah Agoes sakit keras, namun tak ada alasan untuk tidak bekerja dimata Belanda kala itu. Setiap ayahnya istirahat,ujung senapan laras panjang yang dipegang tentara belanda selalu melayang ke arah tubuhnya, sampai lebam membiru. Agoes yang melihat perlakuan terhadap ayahnya itu tidak terima, lantas ia layangkan cangkul yang sedang dipegangnya itu ke leher si Tentara, sehingga darah tercecer dimana-mana. Seketika itu, sang Tentara Belanda tersebut tewas ditempat. Tentara lain yang ada ditempat kejadian, lantas melepaskan peluru ke arah kaki Agoes, sehingga ia terkulai tepat disebelah tentara yang tewas. Agoes pun ditangkap pada tahun 1919 dan dijebloskan ke penjara Belanda. Seiring dengan itu, ayah agoes meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya dan perlakuan sang Tentara kala itu.
Ayah Agoes meninggal dunia pada saat yang bersamaan dengan ditangkapnya Agoes, namun Agoes mengetahuinya ketika sudah menjalani masa tahanan selama satu tahun. Lantas, Agoes pun menyimpan dendam kepada Tentara Belanda. Agoes berniat ingin membunuh semua Tentara penjajah yang ada dalam negrinya itu.
Agoes yang dikenal sebagai pemuda yang gampang bergaul, tak susah untuk mendapat kawan dalam tahanan, bahkan, kawan dalam tahanannya itu kagum terhadap sikap Agoes yang berani menyerang Tentara Belanda. Agoes pun semakin semangat dalam dendamnya.
Dua tahun kemudian, Agoes mendapat kabar, bahwa Ibunda nya meninggal dunia karena pukulan benda tumpul dikepalanya, sebab sang ibu menolak ajakan beberapa Tentara Belanda untuk memuaskan nafsu birahi para Tentara. Agoes pun semakin kalap mengetahui kejadian itu, lantas dia teriak, memaki, mencaci, dan mengancam akan membunuh semua tentara belanda.
“Bangsat, awas! Bakal ku bunuh kalian semua!”
Mendengar teriakan Agoes, lantas
teman-teman satu selnya terbangun, keheranan. Roeslan, ia pun memberanikan diri
bertanya kepada Agoes tentang mengapa ia semarah itu.
“Goes, kamu kenapa?”
“Belanda, bangsat! Ibuku tewas dihajar, karena menolak ajakan seks tentara belanda.” Roeslan pun terdiam, ia mengucap bela sungkawa, dan menenangkan agoes seraya berkata.
“Kita balas mereka nanti, goes!”
Roeslan, sama seperti Agoes, pribumi, ia
ditahan karena kedapatan makan saat sedang bekerja, perbuatan Roeslan pun di
ketahui Tentara Belanda yang sedang mengawasinya, ia pun disiksa, dan kemudian dimasukan dalam penjara. Roeslan pun menceritakan kejadian yang dialami Ibunda
Agoes kepada teman dalam kamar sel yang berbeda. Dalam penjara pun tak luput
dari kerja paksa oleh Tentara Belanda, tak jarang juga mereka disiksa karena
beristirahat saat bekerja, atau hal lainnya yang membuat mereka disiksa tanpa
ada belas kasihan. Namun mereka yang disiksa itu tak berani melawan, dan hanya
pasrah ketika mendapat pukulan, dan siksaan dari Tentara Belanda. Namun hanya
Agoes yang berani melawan ketika ia dihajar oleh Tentara Belanda karena ia
istirahat ditengah pekerjaannya, kedapatan melawan Tentara Belanda, Agoespun
diseret masuk dalam ruang pengasingan, dan dalam ruang pengasingan itu, Agoes
disiksa habis-habisan oleh para tentara. Tubuhnya kian berlumuran darah, muka
sudah tak berbentuk, tubuhnya dipenuhi warna biru lebam akibat benda tumpul.
Setelah sebulan dalam ruang pengasingan, Agoes pun kembali diperbolekan masuk dalam sel tahanannya. Dia menceritakan siksaanya itu terhadap Roeslan dan teman sel nya yang lain, Agoes mendapat banyak pujian dari temannya karena berani melawan para Tentara Belanda. Tapi, Agoes tidak menginginkan pujian, Agoes menginginkan para tahanan lain agar mempunya keberanian untuk melawan para Tentara Belanda yang menyiksa siapapun.
“Seberani itu kamu Goes melawan para tentara”
“Aku sudah muak dengan sikap mereka yang menganggap kita sebagai kacung, dan di perlakukan bukan seperti manusia! Apakah kalian tidak berani?!” Nada agoes keras.
Yeaaay!!! Ada cerbung! Ditunggu lanjutannya :)
BalasHapusOh iya, saran sedikit nih, alangkah baiknya kalau penulisannya dirapikan, dan dikoreksi beberapa salah pengetikan, misalnya tertulis: di tangkapnya agoes; nah, kan yang bener harusnya ditulis: ditangkapnya Agoes. Gitu aja sih :)
Siap.
Hapusudah saya perbaharui kok. makasih mbak masukannya :)) *Toss*
Belanda kejam banget, ya..
BalasHapusEh iya, setuju sama Dara. Coba penulisannya lebih dirapihin lagi. :D
Begitulah belanda pada jamannya~
Hapushaha siap, go. makasih masukannya :))
yahh ada sambunganya, jadi penasaran sama kisah Agoes selanjutnya
BalasHapusSiap, segera di posting, sep.
Hapusdijadikan kacung memang nggak enak....
BalasHapusuntung di zaman sekarang udah jarang peristiwa begitu,
pahlawan jaman sekarang bukan lagi tentang angkat senjata. tapi tentang angkat dompet, bayar pajak..
jaman sekarang juga kita masih jadi kacung bro, tapi sama bangsa sendiri :))
Hapuseh, iya, lupa bayar pajak motor gue. -__-
Orang Belanda pada saat itu emang kejam banget ya, tapi ngga ada apa-apanya dibandingkan Jepang yang katanya gaya menjajahnya lebih sakit.. :(
BalasHapusdijajah siapapun pastinya mah sakit, beb.
Hapusapalagi pacar yang masih di jajah ingatan mantan :3 haha
Kerja rodi menyisakan cerita mistis ya pd akhirnya...
BalasHapuskarena kerja rodi yang akhirnya mengundang mistis di akhirs, terciptalah program [Masih] Dunia Lain. haha
HapusDi tunggu cerita selanjutnya.
BalasHapusSiap nih, mas tim~
Hapus