BREAKING NEWS
Loading...

Tempo Dulu | 6. Hancurnya Penjara Lembah Dalem



Setelah perbekalan senjata dirasa cukup untuk mengahdapi para Tentara Belanda yang ada di penjara. Tengah malam, menyusuri hutan yang gelap, Agoes, Roeslan, Moerdiono, dan rekan tahanan yang lain sekitar 60 orang, pergi menuju perbukitan dimana penjara Lembah Dalem tersebut berada.
Pukul 2 dini hari, merekapun sampai. Mereka melihat 4 Tentara Belanda di pos penjagaan gerbang sedang tertidur pulas, ke empatnya terihat keletihan, mungkin karena terlalu lelah menjaga gerbang.

Sekitar 10 orang rekan Agoes pergi menuju pos penjaga, untuk menculik ke empat Tentara Belanda tersebut. Mereka semua berhasil menculik Tentara Belanda dan membawanya ke semak untuk dibunuh. Lalu 4 orang rekan Agoes diperintahkan untuk memakai seragam Tentara Belanda tersebut, dan menggantikannya berjaga di pos agar Tentara yang lainnya yang ada di penjara tidak curiga akan kedatangan mereka.

Salah seorang dari mereka menolak untuk memakai seragam itu.

“Maaf Goes, saya tidak mau memakai seragam Tentara bangsat ini, saya sudah terlalu sakit jika mengingat kekejaman mereka yang aku dan keluargaku dapatkan kala itu.” Ucap Amir.

Agoespun, mengerti.

“Ada dari kalian yang mau mengenakan seragam ini, demi kelancaran penyerangan kita ?” setengah teriak Agoes berbicara, agar tidka terdengar.

“Saya! Demi lancarnya penyerangan ini, saya siap memakai seragam para bangsat ini” ucap Kasim, seorang yang lebih tua dari Agoes.

“Terimakasih pak”

Kasim dan 3 orang lainnya bergegas pergi ke pos penjagaan. Setelah dirasa aman, Kasim memberikan kode kepada Agoes dan yang lainnya untuk bergerak masuk ke dalam penjara. Roeslan dan separuh rekan tahanan diberi tugas masuk menyusuri sisi kiri penjara. Moerdiono dan separuh lainnya ditugaskan Agoes untuk menyusuri sisi kanan penjara. Sementara Agoes dan sisanya pergi melalui pintu depan penjara.

03:00 Pagi, penyerangan secara Gerilya pun terjadi, granat hasil rampasan Agoes dan rekan lainnya dilemparkan ke gedung-gedung yang sudah diketahui para tahanan bahwa didalamnya terdapat ruangan tempat tentara berkumpul.
Perang pun terjadi, karena serangan yang dikomandoi Agoes itu dilakukan ketika para Tentara Belanda sedang tertidur, separuh Tentara Belanda yang ada sudah tewas karena serangan mendadak tersebut.

Beberapa rekan Agoes pun tak sedikit yang terkena tembakan dari peluru para Tentara Belanda yang melancarkan serangan balsan. Moerdiono, seorang yang muda diantara Agoes dan Roeslan tertembak dibagian kepala, sehingga tewas seketika. Agoes pun semakin membabi buta, senjata yang dipegang Agoes tak henti ditembakan, anak-anak panah yang dipakai rekan satu penjara pun berterbangan ke arah para tentara belanda. Sabetan Parang yang Amir gunakan pun banyak disarangkan ke tubuh para Tentara Belanda.

“Ini untuk Istiku!” sabetan parang dihempaskan kepada leher seorang Tentara Belanda yang sudah tak berdaya.

“Ini untuk jariku!” Amir menghempaskan parang kepada kepala seorang Tentara Belanda hingga putus.

Jari telunjuk Amir dipotong oleh tentara belanda, karena ia menunjuk, menghardik, dan mencaci seorang Tentara Belanda yang menyiksanya kala dalam tahanan dulu.
Satu demi satu rekan-rekan Agoes berguguran, begitupun para tentara yang lebih banyak berjatuhan. Karena kuasa tuhan, Agoes diberikan kemenangan melawan para Tentara Belanda yang jumlahnya bahkan lebih dari 100 orang. Agoes, Roeslan, dan rekan lainnya yang masih tersisa, membakar ruangan demi ruangan yang ada didalam gedung penjara Lembah Dalem itu. Sampai Akhirnya Agoes teringat, bahwa Willian Van Desch, sang kepala penjara belum ia temukan keberadaannya. Agoes, Roeslan dan yang lainnya pergi mencari keberadaan William sang kepala penjara. Roeslan menemukan William sedang berlari menuju kantornya di lantai 2. Sontak Roeslan memberi informasi tersebut kepada Agoes. Mereka pun mengejar William hingga ke depan pintu kantornya, pintunya tertutup, William menutupnya dari dalam.

“Keluar Bangsat!”

Serentak mereka berteriak kata-kata yang sama, William tak kunjung keluar, Agoes pun mendobrak pintu kantor tersebut. Disana terlihat, Williah sudah terpojok dengan menggenggam sebuah pedang, dan mengancam membunuh mereka yang maju menyerangnya. Agoes dan yang lain hanya tertawa, karena hanya tinggal William, belanda yang tersisa di penjara ini, sementara Agoes, Roeslan, bersama 11 lainnya. William pun menyerah, dan meminta ampun kepada Agoes untuk dilepaskan.

“Ampun, lepaskan saya, biarkan saya pergi” seraya mengemis meminta di lepaskan.

Agoes tak menggubris permintaan William, malah rekan yang lain menalikan tangan William ke atas atap sehingga William tergantung dengan tangannya di atas.
Tinjuan pun bersarang diseluruh tubuh William oleh mereka yang dendam akan perlakuan William kala itu.

“ini untuk adikku yang telah kalian perkosa, bangsat belanda!” tinjuan bersarang di oerut William.

Yang lainnya pun mengikuti.

“Ini, untuk Ayahku” Tinjuan melayang di wajah William.

“Ini, untuk Ibuku” Tinjuan kembali William dapatkan.

“Ini, untuk Moerdiono” Kembali mendarat tinjuan Agoes.

“Ini, untuk Sri!” Tendangan Agoes mendarat di ulu hati William.

William pun menangis memohon ampun dan memohon untuk dilepaskan, tapi mereka tak menggubris permintaan William.
Tangan William dilepaskan dari ikatan tali, kemudian Kasim dan Roeslan memegangi kedua tangan William atas perintah Agoes.

Agoes, mengambil sebilah pedang yang tadi William gunakan untuk mengancam mereka.

“Ini dari kami, Indonesia yang kalian jajah, allahhu akbar!” tebasan pedang di kepala William hingga kepalanya terputus mengakhiri semua ketegangan perang malam itu.

Jasad William dibiarkan tergeletak bersimbah darah, kepalanya pun terletak tidak berdekatan dengan tubuhnya. Waktu sudah menunjukan pukul 5 pagi, mereka pun menangis bahagia akan kemenangannya melawan para Belanda yang ada di penjara Lembah Dalem. Mereka semua berterimakasih terhadap Agoes yang memberinya semangat untuk melawan dan tak mau di tindas di negri sendiri.

“Goes, terimakasih, jika kau tidak masuk penjara ini, mungkin nasib kami dalam penjara berbeda” ucapan terimakasih tak henti menghujan telinga Agoes.

Agoespun memeluk satu demi satu rekannya yang masih hidup itu sembari mengatakan.

“Jika tanpa kalian, apalah arti perlawanan yang aku serukan, dan jika tanpa kalian pula, apalah arti mereka yang gugur dalam perang melawan tentara belanda tadi”

Bersambung...

4 komentar: Leave Your Comments

  1. Waw . . . Luar biasa, Bang! Saya subscribe ya . . . Pengen ngikuti terus ceritanya.

    BalasHapus
  2. Banyak orang-orang di sekitar Agus yang meninggal yah :(

    BalasHapus