Menuntun saat aku buta, membuat tahu ketika ku bertanya.
Aksara berkata, aku menyimak.
Dibawah lampu yang hampir redup, nafsuku masih menggebu.
Mereka bertanya. Untuk apa ?
Mereka yang bertanya tidak tahu bahwa dunia yang sangat luas dapat kita genggam dengan satu tangan.
Matahari berada dipuncaknya, dialah yang paling terang.
Ditengah kota, diruang yang tak seberapa luas, debu-debu berterbangan yang kemudian hinggap dibeberapa bagian.
Aku dan kita beruntung, ditempat lain, mereka tidak seberuntung aku dan kita.
Tumpuk demi tumpuk, didepan perapian yang menyala.
Siap untuk menjadi penghangat saat dingin melanda.
Atau nilai yang tak seberapa jadi penggoda
Saat itu pula buku berpindah tangan.
ini puisi mas ?
BalasHapusgatau aku mbak :v hahaha
HapusMungkin prosa mini, hehehe
BalasHapusHaloooooo..
harus lebih banyak ngapalin nih tentang prosa huhu.
Hapushaloo mas
rasanya bukan prosa.
Hapussetahu saya sih prosa bukan seperti ini. bisa dibilang nggak seperti ini.
beda dari Puisi karena rimanya juga berbeda gitu
Bagus :)
BalasHapusmakasih haha
HapusBuku siapa yang berpindah tangan, Di? Btw, bagus puisinya. Walaupun rada ngebingungin. Mungkin akunya yang cetek. Huhu.
BalasHapuseh iya kata katanya ya haha. cuma gue kali yg ngerti ya cha -_-
Hapusmereka lagi urus buku nikah di KUA maksudnya
BalasHapussama buku lks haha
HapusOh... buku nikah di KUA... *baru ngeh*
HapusGagal paham. Gue kira, cerita tentang orang yang melarang orang lain untuk jangan membakar buku =.= Parah.
BalasHapusBut, Nice banget.
Kurang mengerti dengan maksud puisinya -_-
BalasHapusBtw, bukunya jangan dibakar, buku kan jendela ilmu :3
Buku catatan utang memang harus dibakar, Mas...
BalasHapusapalagi buku catatan tentang mantan mas
Hapusnice!
BalasHapussaya selalu kagum sama orang yang bisa berbahasa ala ala pujangga gini. terusin brooo