"Sudahlah, sayang air matamu, nanti kalau habis gimana ?" candaku saat mendengar ceritanya.
2 Tahun lalu..
Di taman kota awal aku melihatmu, senyum manismu sungguh menggodaku untuk segera mengulurkan tangan dan berkenalan. Ku urungkan niatku karena terlalu malu untuk melakukan itu.
Kembali aku duduk di samping teman-teman ku.
"Bentar ya, gue ke sana dulu" ucap Anggi yang bangkit dari kursi taman.
"Iya" ucap kami hampir serentak.
Bersama teman yang lain, aku tengah sibuk meniup kepulan panas dari gelas plastik yang berisi kopi hitam yang kami pesan. Di tengah -tengah obrolan aku sempatkan mataku untuk melirik ke arah perempuan itu, ternyata Anggi menuju tempat dimana perempuan itu yang sedang mengobrol dengan teman-temannya.
Beberapa menit kemudian dia kembali duduk di antara kami.
"Gi, lu kenal perempuan itu ?" Tanyaku penasaran.
"Iya, dia temen gue di SMA dulu. Kenapa ? Lu suka ya ?" Candanya sembari mendorong bahuku.
Aku tersungkur dengan gelas kopi yang masih di tanganku.
"Emang harunya lu jadi cowok gi, tenaga lu gede, gak pantes jadi cewek!" ucapku yang kemudian di iringi tawa oleh sahabatku yang lain.
"Haha, kampret lu"
"Iya gi, gue suka, salamin ya"
"Bisa di atur" ucapnya.
Hari kian berganti, aku sering bertukar pesan dengan Anggi sejak kejadian itu.
"Tumben lu sering banget SMS gue ? Pasti ada maunya kan, ngaku lu !"
"Hehe, iya gi, tentang temen lu itu, gue suka." balasku.
Anggi memberikan nomor ponsel perempuan itu yang sekarang sudah aku tau namanya, Ratu. Cocok dengan namanya, dia mempunyai pesona bak seorang ratu di sebuah kerajaan.
Setelah mendapat nomor ponselnya, kami sering bertukar pesan, diapun tau aku, karena anggi yang menceritakan padanya.
Setelah lama menjalani pendekatan, akhirnya aku putuskan untuk mengajaknya bertemu untuk kesekian kalinya, kali ini di sebuah kedai es krim. Setelah kami menikmati pesanan. akhirnya aku bulatkan tekad yang sebulat-bulatnya untuk memberi sebuah pertanyaan yang penting, ya, bagiku itu sangat penting.
"Udah lama kita deket, mmm, awal liat kamu saja aku langsung menyukaimu" dengan terbata-bata aku ucapkan.
Dia terdiam sejenak.
"Setelah selama ini, ternyata aku bukan hanya suka, tetapi aku rasa, aku mencintaimu. Mau menjadi kekasihku ?" Tanyaku penuh harap.
Dia kembali terdiam, dan entah apa yang dia pikirkan dalam lamunannya. Akhirnya dia bicara, dengan nada yang sangat berat.
"Terimakasih karena rasamu buat aku, tapi maaf, seminggu yang lalu, Dimas telah nyatakan perasaannya buat aku, yang kemudian aku terima. Maaf" ucapnya dengan nafas yang berat.
Aku (Rendi), Dimas, Doni, Anggi. Duduk di bangku taman sembari menikmati senja yang tersaji di tiap gelas kopinya pada saat itu.
Ku ingat-ingat nama itu dalam hati.
"Dimas, dimas, dimas. Dimas teman anggi ?" ucapku penasaran.
"Iya, seminggu yang lalu dia menyatakan perasaannya, dan aku terima"
Ternyata Dimas juga menyimpan perasaan yang sama dengan ku ketika saat pertama melihatnya di taman.
"Yah, aku telat berati" sembari menghela nafas panjang, yang panjangnya 50meter.
"Maaf di" dengan nada yang rendah seraya menundukan kepala.
"Yaudah gak apa-apa, yang penting aku masih bisa jadi teman buat kamu" seiring senyum palsu yang aku keluarkan.
"Iya" sembari mengangguk menatapku, dan ku tangkap matanya yang berkaca-kaca.
Entah kenapa matanya sangat berkaca, seakan ada air mata yang ingin terjun bebas dari kelopaknya.
Esoknya anggi menyambangi kediamanku untuk bercerita, dari ceritanya bisa ku tangkap, ternyata, dia (Ratu) mempunyai perasaan yang sama dengan ku. Hanya saja aku terlambat seminggu untuk menyatakannya.
"Berarti gue telat gi?"
"IYA, dia cerita banyak ke gue, dia juga nunggu elu buat nembak dia, eh elunya malah gitu!" ucapnya dengan nada lumayan keras.
"Terus kenapa dia nerima dimas kalau punya perasaan ke gue?!" ucapku tak mau kalah.
"Dimas banyak ngasih perhatian lebih buat dia, dimas juga banyak luangin waktu buat ngajak dia main, disitu dia jadi nyaman. Nah elu kemana?!"
"Gue punya alesan sendiri gi tentang itu, kita berdua juga baru kenal, gue takut dia risih karena gue keseringan ngehubungin dia." ucapku tak mau kalah yang bercampur dengan sesal.
Aku tak menyalahkan Dimas tentang hal itu, akupun tak menyalahkan dia yang sudah menerima cinta dimas, tetapi aku menyalahkan diriku sendiri yang terlalu lama untuk mengucapkan cinta kepadanya.
Hari menjadi minggu dan minggu dengan singkat menjadi bulan.
Mereka masih bersama, dan aku masih sediki terluka dengan itu. Tapi hubungan persahabatanku dengan dimas baik-baik saja bahkan dimas tidak tahu bahwa aku pernah menyatakan cinta kepada pacarnya. Aku yakin, Anggi dan ratu tidak memberi tahu apapun kepadanya.
Di tengah perjalanan cinta mereka, ada sebuah kejadian yang membuat ratu sangat terpuruk, kecewa, dan marah besar.
Sore itu aku sedang santai di teras rumah sembari menikmati kopi sisa siang tadi yang belum sempat ku habiskan karena tertidur, Pesan masuk menyambangi handphone ku. Ternyata Ratu.
"Ada apa" pikirku dalam hati, karena setelah kejadian itu kami jarang lagi saling bertukar pesan.
"Kamu dimana ? Aku tunggu di kedai es krim sekarang"
Tanpa kubalas, langsung saja aku pergi ketempat yang sudah ia beritahu.
Sesampainya disana, wanita berambut lurus nan panjang itu tampak terlihat lebih cantik dari biasanya.
"Hei" sapaku.
Tak sempat menjawab, dia berdiri dan langsung memelukku, akupun kikuk di buatnya. Untung saja di kedai ini tidak ramai seperti biasanya. Beberapa detik kemudia dia pun melepas pelukannya. Kulihat matanya berkaca-kaca seperti menahan tangis.
"Kamu kenapa ?" tanyaku penasaran.
Diapun menangis.
"Dimas! dia pergi dengan perempuan lain, dan aku melihatnya dengan mataku sendiri"
Akupun terdiam. Bangsat dia buat perempuan yang sempat aku suka menangis seperti ini. Ucapku dalam hati.
"Sudahlah, sayang air matamu, nanti kalau habis gimana ?" candaku saat mendengar ceritanya.
Dengan segala candaanku dan cara lainnya, akhirnya dia kembali tersenyum, dengan spontan aku menyeka air mata yang meleleh di pipinya.
"Terimakasih" ucapnya sembari tersenyum.
Setelah selesai dengan es krim kami masing-masing, akupun mengajaknya berkeliling untuk sekedar menghibur dia yang pasti masih dalam perasaan kacau.
Dari kejauhan aku melihat dimas dengan perempuan, ternyata ratu benar.
Aku menepi sejenak untuk bertanya kepada ratu.
"Kamu mau selesaikan masalah ini dengan dimas?" tanyaku.
"Iya, secepatnya kalau bisa"
Langsung aku menuju dimas yang sedang berdua dengan perempuannya. Aku berlari dengan tangan yang mengepal. Belum sempat dia selesai menyapaku, aku langsung daratkan pukulan di pipi kanannya.
"Apa-apaan lu!" ucapnya dengan nada tinggi sembari memegang pipinya.
Kami dipisahkan oleh penjaga warung kopi yang ada di sekitar taman.
" Lu liat!" aku menunjuk ke arah ratu.
Ratu pun menghampirinya dengan mata yang menahan tangis, kemudian mengajak dimas ke tempat yang lumayan sepi untuk.
Perempuan yang bersama dimas pun sempat terkejut akan kejadian ini, sempat ia melangkah akan mengejar dimas, tapi kutahan.
"Tunggu disini, mereka ada masalah" senyum ku berikan agar semua terkesan baik-baik saja.
Seperti terhipnotis ucapanku, perempuan itu menurut untuk tetap diam di tempat.
Entah apa yang mereka berdua bicarakan disana. Sekembalinya ratu dengan air mata yang meleleh seakan enggan untuk berhenti, menghampiriku dan langsung mengajak pulang.
Aku pun menghampiri dimas.
"Sorry yang tadi, mungkin ratu udah jelasin semuanya. Biar gue perjelas. Gue suka sama dia pas kita ber empat duduk disini, minum kopi, sama-sama. Lu udah gue anggep sodara sendiri, waktu gue nembak dia, ternyata lu duluan nyatain perasaan. Gue rela, dan gue yakin lu bisa jaga dan bisa bikin dia bahagia. Tapi lu malah kecewain dia, dan secara gak langsung lu ngecewain gue, harusnya lu bisa jaga dia!" dengan nada lumayan tinggi.
"Iya di, gue minta maaf atas ini semua, terutama ratu" matanya berkaca-kaca seraya menahan tangis dan kemudian memeluku.
Senja segera memudar, hitam tak lama akan pekat. Ratu segera mengajakku untuk mengantarnya pulang. Kamipun pergi meninggalkan dimas dengan perempuannya. Sesampainya di rumah, dengan sigap dia kembali memeluku, kali ini di iringi dengan senyuman.
"Makasih ya mau nemenin aku, masalah aku udah selesai, aku lumayan lega sekarang" seraya senyum kembali menghiasi bibirnya.
"Iya sama-sama, jangan nagis lagi, air mata kamu lebih berharga daripada kejadian ini" sembari melepas peluknya di ikuti aku yang mengacak rambutnya.
Diapun tersenyum, dan aku segera berpamitan untuk pulang.
Dengan waktu yang berjalan cepat, kami berdua kembali sering bertukar pesan, dan dengan dimas hubungan pertemanan kamipun baik saja, dan ratu sudah melupakan kejadian dengan dimas di masa yang lalu.
Akhirnya, aku capai cita cintaku untuknya.
Dimas dengan pacar barunya, dan Anggi yang ternyata menjalin hubungan diam-diam dengan Doni.
Diam-diam jatuh cinta.
BalasHapusdiam-diam ketikung haha
HapusParagraf terakhir banyak ngenternya ya mas? Haha..
BalasHapusDiam diam mereka pun jatuh cinta dengan sendirinya. Yoih, cocok dijadiin ftv nih hahaha
jadi ojek, dan cintanya tercapai haha
Hapusawas tikungan tajam hehehe
BalasHapusTikungan lebih menyeramkan daripada jalan lurus haha
Hapusdiam-diam semuanya jatuh cinta,,hehehe untung ending ceritanya diam-diam cinta pada orang yang berbeda :)
BalasHapusDan untung bukan kejadian nyata haha
Hapuskayak lagi nonton ftv. hehe
BalasHapusmau jadi pemeran ratu atau anggi? haha
HapusPerjuangannya keren :)
BalasHapusbagus di contoh. haha
Hapushihihi baca ini jadi senyum2 sendiri..
BalasHapusbikinnya juga sambil senyum-senyum haha
Hapus